kerjaholic
situsdepnaker
brangkas-kerja
forums cancer
vitroculture

Thursday, March 19, 2009

MANAGES BANK

MANAGES BANK
Bank are closely concerned with the flow of money into the out of the economy. The often cooperate with government in efforts to stabilize economies and to prevent inflation. Tjey are apecialis in the bussines of providing capital. Or in allocation fund on credit. Banks originated as places to which people took thMANAGES BANK
Bank are closely concerned with the flow of money into the out of the economy. The often cooperate with government in efforts to stabilize economies and to prevent inflation. Tjey are apecialis in the bussines of providing capital. Or in allocation fund on credit. Banks originated as places to which people took their valuables for safe keeping, but today the greats banks of the word have many function in addition to acting as guardiant of valuable private possessions.
Banks normally hold costumers money in two distinct form: on current account and on deposit account , however, the costumer undertakes to leave his money in the bank for a minimum specified period of time. Interes is paid on this money. The bank in turn lends the deposit money to customers who need capital. This activity aerns inters foe the bank, and this interest is almost always at the higher rate than any interst which the bank pays to its depositor. This is the way banks make most of their profit.
We can say the primary function of the bank today is to act as an intermediary between depositor who wish to make interst on their saving and borrower who wish to obtain capital. The system of banking rest upon a basis of trust. Innumerable acts of trus build upnthe system of which banker, depositor and borrower are part. They all agree to behave in certain predictable ways in relation to each others, and in relation to the rappid fluctuation of credit and debit. Consequently, business can be written without any legal tender visibly changing hands.

eir valuables for safe keeping, but today the greats banks of the word have many function in addition to acting as guardiant of valuable private possessions.
Banks normally hold costumers money in two distinct form: on current account and on deposit account , however, the costumer undertakes to leave his money in the bank for a minimum specified period of time. Interes is paid on this money. The bank in turn lends the deposit money to customers who need capital. This activity aerns inters foe the bank, and this interest is almost always at the higher rate than any interst which the bank pays to its depositor. This is the way banks make most of their profit.
We can say the primary function of the bank today is to act as an intermediary between depositor who wish to make interst on their saving and borrower who wish to obtain capital. The system of banking rest upon a basis of trust. Innumerable acts of trus build upnthe system of which banker, depositor and borrower are part. They all agree to behave in certain predictable ways in relation to each others, and in relation to the rappid fluctuation of credit and debit. Consequently, business can be written without any legal tender visibly changing hands.

Wednesday, March 18, 2009

Persamaan Riba dan Bunga BANK

Persamaan Riba dan Bunga BANK
Di dalam istilah bahasa, Bunga (interest) adalah uang
yang digunakan atau di bayar atas penggunaan uang.
Atau pekerjaan meminjamkan uang dengan mengenakan
tambahan nominal pada uang tersebut.
Konsep bunga (interest) mulai dikenal sejak zaman
pertengahan Latin yang disebut dengan istilah interesse
yang berarti pampasan karena kerugian atau bayaran
pampasan. Dalam undang-undang Romawi, interest
atau dalam bahasa Latin disebut id quod interest berarti
potongan yang diberikan akibat kerusakan atau kerugian
yang ditanggung si pemberi hutang akibat kegagalan
peminjam untuk mengembalikan pinjaman pada saat yang
ditentukan.
Menurut istilah lain bunga adalah pembayaran keatas
modal yang dipinjam dari pihak lain. Bunga dapat juga
diartikan sebagai balas jasa yang diberikan oleh lembaga
keuangan yang berdasarkan prinsip konvensional kepada
nasabah yang membeli atau menjual produknya. Bunga
dapat juga diartikan sebagai harga yang harus dibayar
kepada nasabah (yang memiliki simpanan) dengan yang
harus dibayar oleh nasabah kepada bank (nasabah yang
memperoleh pinjaman).
Dalam istilah lain bunga memiliki arti sebagai harga
atau kompensasi atau ganti rugi yang dibayarkan untuk
penggunaan uang selama suatu jangka waktu. Ini
dinyatakan dalam suatu prosentasi dari jumlah uang yang
dipinjamkan atau dipakai selama suatu jangka waktu.
Hal ini sama persis artian bunga dengan riba yang telah
dikenal di dalam agama Islam. Riba yang berasal dari
bahasa arab secara etimologi diartikan sebagai tambahan,
meningkat atau membesar. Sedangkan menurut istilah
teknis, riba berarti pengambilan tambahan dari harta
pokok atau modal secara bathil, baik dalam transaksi jual
beli maupun pinjam meminjam yang bertentangan dengan
kaidah syar’i.
Secara istilah Imam Sarakhsi menjelaskan riba sebagai
bentuk tambahan yang disyaratkan dalam transaksi bisnis
tanpa adanya padanan (iwadh) yang dibenarkan syari’ah
atas penambahan tersebut. Sedang menurut Badr ad-Dien
al-Ayni prinsip utama riba adalah penambahan. Menurut
syari’ah riba berarti penambahan atas harta pokok tanpa
adanya transaksi bisnis riil.
Unsur kesamaan yang dimiliki antara bunga, yang
dijalankan di dalam perkembangan ekonomi kapitalis dan
dianut oleh lapisan masyarakat dunia, dengan riba yang
telah berkembang dan diwariskan oleh masa jahiliyah,
memberikan akibat hukum pelarangan terhadap bunga
dalam al-Qur’an, haram hukumnya. Pengharaman terhadap
bunga karena adanya kesamaan illat dengan riba, yaitu
adanya tambahan.
Perkembangan ekonomi kapitalis, perumus konsep bunga,
yang telah mengakar dan serta telah merasuk di dalam
sendi-sendi sistem berekonomi masyarakat dunia, telah
memasung alam pikir seseorang, sehingga menganggap
praktek pembungaan pada setiap pinjaman atau transaksi
hutang piutang adalah suatu hal yang wajar dan selayaknya
untuk dilakukan. Rasionalisasi pola pikir yang dibangun
oleh mereka telah mengenyampingkan nilai keadilan yang
seharusnya sebagai prinsip dasar di dalam melakukan
kegiatan ekonomi. Sehingga tidak menimbulkan salah
satu diantaranya teraniaya.
Rumitnya persoalan mengenai bunga, yang tentunya tidak
mudah terpahami oleh orang awam, maka sangat berdasar
ketika bunga tersebut harus diberikan legalitas fatwa oleh
MUI, yang telah dikeluarkan pada tanggal 16 Desember
2003, menetapkan bahwa praktek pembungaan uang telah
dianggap memenuhi kriteria riba yang terjadi pada zaman
Rasulullah SAW, yakni riba nasi’ah. Dengan mendefinisikan
bunga (interest) adalah tambahan yang dikenakan untuk
transaksi pinjaman uang yang diperhitungkan dari pokok
pinjaman tanpa mempertimbangkan pemanfaatan/
hasil pokok tersebut, berdasarkan tempo waktu, dan
diperhitungkan secara pasti dimuka berdasarkan
persentase.
dalam pembayaran yang dijanjikan sebelumnya.

Tuesday, March 17, 2009

RIBA DAN BUNGA BANK

RIBA DAN BUNGA BANK
uatu hal yang banyak diyakini kalangan para ekonom
dan bisnisman bahwa ilmu ekonomi dan aktivitas
bisnis adalah sesuatu yang bersifat positif, jauh
dari norma-norma religius keagamaan. Pendapat
ini mungkin benar jika diterapkan di dalam agama dan
kepercayaan-keparcayaan lain yang memisahkan antara
urusan ibadah keagamaan dengan urusan berekonomi,
yang dianggap sebagai bentuk komersialisasi yang bersifat
keduniaan. Tetapi hal ini akan berbeda dengan Islam yang
melihat bahwa aqidah, syari’ah dan mu’amalah serta akhlak
adalah salah satu mata rantai yang tidak terpisahkan dari
sistem Islam itu sendiri. Hubungan diantaranya terjalin
sedemikian rupa sehingga merupakan suatu sistem yang
comprehensive dan universal.
Islam tidak hanya menuntut umatnya untuk sekedar
menjalankan ibadah ritual yang bersifat mahdhoh, ibadah
yang hanya bertendensi pada akhirat saja, atau yang hanya
bertujuan pada penciptaan hubungan kepada sang Khaliq
(mu’amalat ma’al khalqi). Tetapi, Islam juga mengatur
melakukan kegiatan yang bersifat keduniaan, sebagai
bentuk proses untuk pencapaian tujuan ukhrawinya.
Berekonomi adalah salah satu kegiatan duniawi yang
diatur untuk menciptakan harmonisasi hubungan antara
sesama umat manusia.
Secara jelas al-Qur’an telah menyebutkan dan mengatur
adanya tingkatan ibadah yang tidak hanya bersifat ukhrawi.
Al-Qur’an telah memberikan gambaran kepada umat
manusia untuk melakukan kegiatan yang bersifat duniawi,
diantaranya adalah berekonomi. Walaupun di dalam al-
Qur’an yang secara jelas dan bersifat qoth’i, penyebutan
terhadap ayat yang mengandung unsur ekonomi hanya
pada jual beli dan pelarangan riba, tetapi banyak ayatayat
lain yang dapat digunakan sebagai rujukan di dalam
melakukan kegiatan ekonomi.
Pengharaman terhadap praktik riba dikalangan umat Islam
sudah cukup jelas dan telah disepakati bersama dikalangan
para ulama’. Tidak terdapat perbedaan pendapat di antara
mereka tentang haramnya riba, karena secara jelas telah
di nash di dalam al-Qur’an tentang bagaimana riba tidak
boleh dilakukan dalam interaksi sosial di masyarakat.
Riba didalamnya terdapat unsur ketidakadilan yang akan
ditimbulkannya, karena antara satu dengan yang lain akan
saling mengeksploitasi dan berlaku dzalim.
Yang menjadi permasalahan di kalangan ulama’ dan
bahkan menjadi polemik berkepanjangan adalah tentang
penentuan bunga pada lembaga keuangan yang telah
berkembang selama ini. Apakah bunga yang diberlakukan
di dalam lembaga keuangan termasuk di dalam unsur riba,
atau bahkan praktik riba itu sendiri? Bunga dijadikan sebagai
penopang hidup dan berkembangnya lembaga keuangan,
oleh para kaum kapitalis di anggap sebagai penggerak
ekonomi, tanpa bunga perekonomian dunia tidak akan
pernah berkembang. Para ulama’ dan cendekia muslim
berbeda pendapat dalam memahami dan menentukan
apakah bunga dapat diberlakukan dan dijalani oleh setiap
orang, dengan dikaitkan pada nash tentang riba.

Monday, March 16, 2009

BUNGA BANK

BUNGA BANK
Nash al-Qur’an yang telah memberikan landasan dasar
di dalam mengambil dalil untuk menghukumi atau
menjustifikasi atas pelarangan bunga dapat disandarkan
pada surat al-Baqarah (2) ayat 275-279, Ali Imran (3) ayat
130, an-Nisa’ (4) ayat 161 dan surat ar-Rum (30) ayat 39.
Dari ayat-ayat tersebut telah di bahas tentang proses dari
pengharaman terhadap riba. Di dalam Bunga terdapat
unsur yang merupakan unsur yang dimiliki oleh riba,
yaitu pembebanan nilai tambah pada harta tanpa adanya
kegiatan yang haq.
Turunnya ayat tentang pengharaman riba terjadi melalui
empat tahapan. Di mana pada tahapan pertama turun pada
periode Makkah, Allah SWT tidak menegaskan keharaman
riba tetapi hanya memberikan isyarat bahwa riba di benci
dan tidak ada nilai kebaikannya di sisi Allah SWT. Hal ini
terkandung di dalam surat ar-Rum (30) ayat 39.
Sebagian besar sahabat dan ahli tafsir berpendapat bahwa
riba yang di maksud di sini adalah pemberian bukan
tambahan (riba) yang diharamkan. Berkata Ibnu Abbas,
Ibnu Jubair, Thowus dan Mujahid : “Ayat ini turun terkait
dengan hibatus tsawab (pemberian yang mengharapkan
imbalan).
Menurut Ibnu Katsir di dalam ayat ini dikatakan sebagai
riba yang mubah, riba yang dihalalkan oleh Allah. Karena
kata riba di sini terdefinisi sebagai hadiah yang diberikan
seseorang dengan mengharapkan imbalan yang lebih.
Tahapan kedua, turun pada periode madinah yang termaktub
pada surat an-Nisa’ ayat 161, yang telah memberikan
isyarat akan keharaman riba karena adanya madharat
yang terkandung di dalamnya, ayat ini memberikan
pembelajaran atas kejahatan yang ditimbulkan riba seperti
yang telah berkembang pada masyarakat Yahudi.
Tahapan ketiga, pada tahapan ini Allah telah memberikan
ketegasan atas haramnya riba, namun belum memberikan
arti haram pada keseluruhan unsur yang terdapat pada
riba. Bentuk riba yang diharamkan hanya pada unsur atau
sifat riba yang berlipat ganda (adh’afan mudho’afah).
Penegasan yang diberikan ini terdapat pada nash al-Qur’an
surat Ali Imran (3) ayat 130.
Tahapan keempat, secara jelas Allah telah mengharamkan
riba secara keseluruhan dari semua bentuk tanpa ada
pengecualian, dan menutup segala kesangsian dan
keraguan atas pendapat tentang riba. Hal ini disampaikan
melalui firman Allah SWT pada surat al-Baqarah (2) ayat
275-278.
Meninggalkan riba adalah suatu kewajiban bagi setiap
orang yang beriman, tidak dikatakan beriman jika
seseorang masih melakukan praktek riba, karena antara
riba dan iman diisyaratkan pada ayat terakhir ini, tidak
pernah menyatu di dalam diri seseorang. Jika seseorang
melakukan praktek riba, maka itu bermakna ia tidak
percaya pada Allah dan janji-janji-NyA. Dianjurkan di dalam syari’ah Islam kepada setiap umatnya
untuk melakukan kebaikan kepada sesamanya yang
mempunyai nilai lebih dari shadaqah, yaitu kebaikan
kepada seseorang dengan memberikan kelonggaran waktu
ketika orang tersebut berhutang dan tidak bisa membayar
ketika sudah jatuh tempo. Maka Allah akan memberikan
pahala yang berlipat ganda kepada seseorang yang telah
menghutangkan hartanya dengan baik (qardh hasan),
ketika mengharap pinjamannya kembali pada saat itu,
akan tetapi tertunda karena si penghutang tidak sanggup
membayarnya, dan diterima penundaan itu dengan sabar
dan lapang dada, seperti yang telah dijanjikan di dalam
surat al-Hadid (57) ayat 11.
Rasulullah SAW mengkategorikan keharaman riba dengan
mengklasifikasikan pada tujuh dosa besar yang harus
ditinggalkan oleh umatnya. Dalam riwayat Abdullah Ibnu
Mas’ud di katakan bahwa Rasulullah SAW melaknat para
pemakan riba, yang memberi dengan cara riba, para saksi
dalam masalah riba, dan para penulisnya. (HR. Abu Daud
dan Muslim).
Sering kali para ulama’ dan atau cendekiawan muslim
terjebak di dalam memberikan landasan hukum, pada
praktek bunga yang sangat mendominasi di dalam
perkembangan ekonomi selama ini. sebagian ada yang
menganggap bahwa unsur yang terkandung di dalam bunga
belum memenuhi kriteria yang terdapat pada arti riba. Hal
ini disandarkan pada makna riba yang diturunkan pada
surat Ali Imran (3) ayat 130. Di mana pada ayat ini makna
riba ditegaskan dengan arti kata jumlah yang berlipat-lipat
(adh’afan Mudho’afah).

Sunday, March 15, 2009

Syariah Bank

Syariah Bank

Pertama : Pengertian Bunga dan Riba
1. Bunga adalah tambahan yang dikenakan dalam transaksi
pinjaman uang (al-qardh) yang diperhitungkan dari pokok
pinjaman tanpa mempertimbangkan pemanfaatan/hasil
pokok tersebut, berdasarkan tempo waktu, diperhitungkan
secara pasti di muka, dan pada umumnya berdasarkan
persentase.
2. Riba adalah tambahan (ziyadah) tanpa imbalan yang
terjadi karena penangguhan dalam pembayaran yang
diperjanjikan sebelumnya. Dan inilah yang disebut riba
nasi’ah.
Kedua : Hukum Bunga
1. Praktek pembungaan uang saat ini telah memenuhi
kriteria riba yang terjadi pada zaman Rasulullah Saw, yakni
riba nasi’ah. Dengan demikian, praktek pembungaan
uang ini termasuk salah satu bentuk riba, dan riba haram
hukumnya.
2. Praktek pembungaan tersebut hukumnya adalah haram,
baik dilakukan oleh bank, asuransi, pasar modal,
pegadaian, koperasi, dan lembaga keuangan lainnya
maupun dilakukan oleh individu.
Ketiga : Bermuamalah dengan Lembaga Keuangan
Konvensional
1. Untuk wilayah yang sudah ada kantor/jaringan Lembaga
Keuangan Syari’ah dan mudah dijangkau, tidak
dibolehkan melakukan transaksi yang didasarkan kepada
perhitungan bunga.
2. Untuk wilayah yang belum ada kantor/jaringan Lembaga
Keuangan Syari’ah diperbolehkan melakukan kegiatan
transkasi di lembaga keuangan konvensional berdasarkan
prinsip darurat/hajat.
Jakarta, 05 Dzulhijjah 1424 H
24 Januari 2004
MAJELIS ULAMA INDONESIA
KOMISI FATWA,
Ketua Sekretaris
K.H. Ma’ruf Amin Drs. Hasanudin, M.Ag

Saturday, March 14, 2009

LIQUIDITY RISK & LIQUIDITY MANAGEMENT

LIQUIDITY RISK & LIQUIDITY MANAGEMENT
in Islamic banks
Baking Theory—Why banks exist?
Liquidity Issues in Islamic banks
------------------------------
Sources of liquidity risk in IBs
How it is managed and the consequences
------------------------------
What is being done and further developments
Banking Theory—Why banks exist?
Banks as providers of liquidity insurance to depositors and clients
Rationale for deposit taking and lending by same institution (bank)à Theory of bank intermediation
The Nature of Banking Firm Brings in Liquidity Risk
Islamic Banks are likely to be more stable
They have profit sharing on both the liability side and asset side
In practice, Islamic Banks have fixed income assets but have profit sharing on liability side.
The IBs therefore, are still more stable than conventional banks.
Solvent
Asset tied finance
Liquidity crunch can be a real problem

While majority of Islamic banks experience excess liquidity
Some have also faced liquidity crisis
Many different risks culminate in liquidity risk
Example of Financial Crisis in Turkey 2000-2001
Islamic financial institutions there faced sever liquidity problems
One Islamic institution Ihlas Finans was closed during the crisis
LIQUIDITY RISK: Definition
Risk of Funding [at appropriate maturities and rates]

Risk of Liquidating Assets [in time at reasonable prices]
LIQUIDITY RISK: Sources
Incorrect judgment and complacency
Unanticipated change in cost of capital
Abnormal behavior of financial markets
Range of assumptions used
Risk activation by secondary sources
Break down of payments system
Macroeconomic imbalances
Contractual forms
Financial Infrastructure deficiency
Liquidity Surplus Problem
Excess Liquidity is the current norm with Islamic banks
Where to park for short-term?
Use of most Islamic modes requires longer tenor investment, murabaha leads to illiquidity (liquidity risk). This induces banks to hold more liquidity, but this is costly. This leads to very short-term murabahaà low earnings.
Excess liquidity à Use of commodity murabaha
Absence of LoLR facility is also a reason
LMC’s Short Term Sukuk Program
Repackages longer instruments into monthly maturity certificates
–Guaranteed monthly entry and exit dates
–Intra-month entry and exit also available (no penalties)
–Flexibility of investment amounts
–Fully secured by underlying Sukuk portfolio
–Monthly returns